Jumat, 22 November 2013

menanam kurma apa mungkin

menanam sawit apa mungkin? ini juga menjadi pertanyaan menanam kurma juga apa mungkin?
kan sama-sama bukan tumbuhan asli indonesia. 
perlu orang yang memulai mengembangkan pembibitan kurma, bisa melalui biji  setelah kita semai kita tanam akan ketahuan mana yang jantan dan yang betina. setalah tumbuh dan diketahui yang betina ini akan menghasilkan tunas lebih dari 30 tunas dipastikan betina. cukupini cukup untuk menjadi pembibitan induk awal.
lebih bagus lagi jika ada uang beli bibit unggul yang hibrida tapi ini cukup mahal untuk kita berdayakan.
hanya saja kelemahanya jika kita menanam dari biji akan lebih banyak yang jantan dari yang betina.
tapi jika kita sudah dapat yang betina kan kita bisa memperbanyak dengan mengambil tunas-tunas baru yang tumbuh dari pohon kurma betina. rata-rata dalam satu pohon kurma bisa menghasilkan 30 tunas baru untuk menjadi bibit kurma betina.


Masyarakat awam selalu mengira bahwa buah kurma menjadi manis karena diberi gula (dibuat manisan). Padahal, buah kurma menjadi manis karena mengandung gula. Kurma yang segar dan utuh, kurang begitu manis karena daging buahnya masih lebih banyak mengandung karbohidrat yang belum terfermentasi menjadi gula. Beda dengan kurma yang sudah disimpan lebih dari satu tahun, seluruh karbohidrat dalam daging buahnya telah terfermentasi penuh menjadi gula. Agar bisa tahan disimpan lama, kurma perlu dipasteurisasi dan dikurangi kadar airnya.  Karena mengandung gula sampai sekitar 80 %, buah kurma mampu memberikan energi (kalori) cukup tinggi bagi yang menyantapnya. Masyarakat nomad di gurun pasir yang biasa berpindah-pindah dan bepergian, bisa tahan berjalan berhari-hari hanya dengan mengkonsumsi kurma dan minum air. Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi kurma pada saat bulan puasa, ada benarnya. Sebab buah ini mampu memberikan energi instan (segera) untuk memulihkan tenaga. Karenanya, tiap bulan puasa, impor kurma kita selalu naik tajam dibanding bulan-bulan biasa. Volume impor kurma Indonesia, tercatat menduduki ranking keempat setelah apel, jeruk dan pear. Meskipun dalam hal nilai, menduduki ranking kelima setelah anggur.
Seperti halnya kelapa, aren dan lontar, kurma tradisional di Timur Tengah baru akan mulai berbuah pada tahun ke delapan sampai dengan ke sepuluh semenjak tanam. Tetapi kurma-kurma hibrida sudah mampu berbuah pada umur 2,5 tahun. Batang kurma itu masih belum tampak, yang kelihatan baru pangkal pelepah daum yang masih menempel di tanah. Malai bunga akan tampai menjuntai di sela-sela pelepah daun yang penuh duri tersebut. Sekitar 5 bulan sejak bunga pertama tampak menyembul keluar, maka tandan buah sudah siap dipetik. Tandan buah masak ini kadang-kadang menyelinap di antara duri-duri pelepah lalu menjuntai menyentuh tanah. Memetik kurma setinggi 30 m. di Irak atau Yaman Selatan, harus dengan memanjat. Tetapi memetik kurma hibrida umur 3 sd. 5 tahun, justru harus berjongkok.   
Berkebun kurma secara intensif dan massal, pada prinsipnya sama dengan penanaman kelapa sawit. Bedanya hanya pada faktor agroklimat. Sawit lebih cocok ditanam di lokasi dataran rendah basah di kawasan tropis. Misalnya di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Sementara kurma menginginkan kawasan dengan agroklimat ekstrim kering yang dipengaruhi iklim munson. Di Jawa, agroklimat yang cocok untuk kurma adalah Rembang, Tuban, Lamongan, Gresik, seluruh pulau Madura; terus ke arah tenggara ke Pasuruan, Probolinggo dan Situbondo. Kawasan luar Jawa yang cocok untuk kurma adalah sumatera, Bali utara, Lombok tenggara, Flores, Sumba dan Timor Barat. Sebenarnya sebagian Sulawesi pun cocok untuk kurma. Asalkan ketinggian tempat di bawah 50 m. dpl. (kawasan dataran rendah pantai), curah hujan di bawah 1.500 m. setahun dan hanya terjadi selama 3 bulan dalam setahun. Suhu udara esktrim pada siang hari sampai 32 atau 35° C. sangat mendukung kesuksesan budi daya kurma.

Selama ini memang sering muncul pertanyaan, mengapa komoditas yang disebut sebagai berpeluang untuk diusahakan, sampai sekarang masih juga belum ada yang mau mengebunkan?  Memang informasi mengenai suatu komoditas yang masih berpeluang untuk dikebunkan, tidak pernah sampai ke masyarakat secara utuh. Misalnya, menghubungi Asosiasi Petani Kurma Australia, sebenarnya merupakan pekerjaan mudah. Bahkan Department of Primary Inddustry of Australia (Deptannya Australia), sering memberikan bantuan pelatihan bagi petani Indonesia secara gratis termasuk akomodasi dan konsumsi selama pelatihan. Syaratnya petani bersangkutan bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris dan bersedia menanggung biaya transporr PP. Kawasan Gresik, Pasuruan, Probolinggi, Situbondo dan Madura secara keseluruhan adalah basis NU. Pondok-pondok pesantren di kawasan ini pasti masih punya lahan cukup dan mampu pula menggerakkan masyarakat untuk melakukan budi daya kurma. Mengapa mereka tidak juga bisa memulai? Pertama karena ketiadaan informasi yang cukup, dan kedua karena keterbatasan biaya.
Kalau impor kurma kita minimal mencapai 30.000 ton per tahun (total impor buah kita 600.000 ton), dengan nilai Rp 5.000,- per kg. pranko Indonesia, maka devisa yang kita keluarkan secara rutin untuk kurma paling sedikit Rp 150.000.000.000,- (150 milyar rupiah). Angka ini akan sangat menarik untuk dinikmati oleh masyarakat indonesia, penduduk Indonesia pasti tambah makmur. Kemampuan ekonomi masyarakat juga akan menjadi lebih baik. Hingga dalam praktek, produk kurma nasional tidak akan pernah bersaing secara langsung  dengan kurma impor jika kita memiliki kebun sendiri.

1 komentar: